Pelajaran Dari Pulau Easter

Pulau Easter atau Easter Island adalah pulau yang sekarang merupakan bagian dari Negara Chili di Amerika Selatan. Pulau ini yang terletak di Samud-ra Pasific memiliki luas 163,6 km2. Bandingkan dengan luas Kabupaten kita yang lima ribuan km2. Hampir sama dengan Gayo Lues, pulau ini pun adalah daerah yang telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Dunia karena memiliki sekitar 900 patung batu berukuran raksasa. Belum lagi lukisan-lukisan di dinding gua batu serta rumah-rumah yang terbuat dari batu. Yang mengherankan bagi sebagian besar pengunjung/wisatawan yang datang ke sana adalah di pulau ini tumbuhan besar berkayu sangat jarang. Pepohonan kelapa yang sering menjadi ciri khas daerah berpantai pun tak terlalu banyak.


Hal tersebut sudah menarik perhatian banyak ahli dari negara-negara selain Chili. Jared Diamond di dalam bukunya “Collapse” menyatakan bahwa hilangnya pepohonan besar di pulau ini diakibatkan oleh hama tikus yang sangat suka menggigit pohon hingga tumbang. Hama tikus itu sendiri juga mengakibatkan kegagalan panen tanaman makanan sehingga di pulau ini, jumlah penduduk aslinya sangat sedikit saat ini akibat banyak yang mati karena kelaparan di masa lalu. Di kalangan penduduk asli pun akibat gagal panen, hidup kebiasaan kanibal, yaitu suka memakan daging manusia. Memang saat ini, kebiasaan kanibal tadi sudah tidak ada lagi akibat sudah susah dijumpainya penduduk asli Pulau Easter ini.

Sedangkan menurut Clive Ponting di dalam bukunya “A Green History of the World” menyatakan bahwa penyebab hampir punahnya penduduk Pulau Easter ini adalah rusaknya hutan. Pohon-pohon besar ditebang untuk digunakan sebagai bantalan menggeser patung-patung raksasa oleh kelompok –kelompok masyarakat. Jadi, patung-patung yang sampai sekarang masih ter-dapat di pulau ini adalah patung-patung sesembahan yang dibuat oleh suku asli di Pulau Easter. Hampir sama di setiap suku-suku yang ada di muka bumi ini, penduduk asli Pulau Easter pun terdiri dari kelompok-kelompok kecil yang bisa jadi berkelompok berdasar keluarga ataupun daerah tinggal. Setiap kelompok ini pun bersaing satu sama lain dengan membuat patung-patung raksasa. Semakin besar patung yang bisa mereka buat, maka akan semakin bangga mereka. Patung-patung tersebut dibuat dengan memahat batu-batu alam yang ada disekitar gunung berapi di pulau tersebut. Setelah jadi, patung-patung tersebut akan dipindahkan dengan menggunakan bantal-an pohon-pohon kayu hingga ke tempat sesembahan yang mayoritas berada di pinggir pantai.

Kegiatan memahat batu/patung raksasa ini berlangsung lama dan ini juga berarti kebiasaan untuk menebang pohon pun berlangsung lama. Mereka tidak memikirkan bahwa pohon-pohon tersebut penting untuk selain menjadi bantalan penggeser patung-patung raksasa mereka. Lama kelamaan, hasil panen pertanian penduduk asli pulau ini pun menurun akibat areal yang bisa ditanami menyusut karena air tawar yang diperlukan untuk menyirami tanaman semakin susah. Selain itu, hewan ternak ataupun hewan buas juga menurun jumlahnya dan ini yang mengakibatkan mereka mulai melakukan kanibalisme. Awalnya adalah mereka akan memakan daging saudara mereka yang meninggal tanpa peduli apa penyebab meninggalnya. Padahal jika yang meninggal disebabkan oleh penyakit, ketika dagingnya dimakan, maka bibit penyakitnya dapat berpindah dan ini membuat penyebaran penyakit meluas. Masyarakat awal Pulau Easter ini tidak sadar bahwa tindakan mereka yang mengutamakan kebanggaan kelompok melalui “pameran” patung-patung batu dan mengorbankan selain itu akan berakibat kepunahan mereka sebagai suku bangsa.

Baik Diamond maupun Ponting sebenarnya menunjuk akan satu hal yang sama yaitu hutan sangat diperlukan untuk menyokong atau menopang kehidupan suku bangsa. Setiap tindakan menebang pohon tanpa menanam pohon pengganti dan memastikan bahwa pohon pengganti tersebut akan tumbuh dan besar kembali, pasti akan berakibat hilangnya suku bangsa di masa datang. Dan itu kadang tidak perlu waktu beratus-ratus tahun.

Sungai Penampaan di Kota Blangkejeren, pada tahun 2005 dalamnya rata-rata setinggi dengkul kaki laki-laki dewasa. Pada saat ini, 2016, dalamnya Sungai Penampaan, rata-rata hanya setinggi mata kaki laki-laki dewasa. Jumlah air yang dialirkan ke PLTMH Aih Nuso pada saat dibangun 2008, dapat memutar kedua buah turbinnya. Pada bulan Juli 2016 kemarin, turbin yang dapat diputar hanya tinggal satu karena jumlah airnya tidak cukup lagi untuk memutar kedua buah turbinnya. Ada lagi yang lain?

*) The lessons of Easter Island adalah judul salah satu bab di dalam buku Clive Ponting, A Green History of the World. Tapi tulisan ini bukanlah versi terjemahan dari bab buku tersebut.

Daftar Pustaka
Clive Ponting, 2007, A Green History of the World:  The Environment and the  Collapse of Great Civilizations, Penguin Books, Michigan University, USA.
https://en.wikipedia.org/wiki/Easter_Island
http://whc.unesco.org/en/list/715

Oleh: Dedi Sastradi (Salah satu Pegawai BAPPEDA Kabupaten Gayo Lues)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *